Gaharu merupakan salah satu komoditi hasil hutan yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi karena harganya sangat mahal di pasaran internasional. Gaharu merupakan bahan dasar dalam industri parfum, dupa, kosmetik, dan obat-obatan. Dalam perdagangan internasional, gaharu dikenal sebagai agarwood, aloeswood,atau oudh.Tanaman penghasil gaharu yang banyak dibudidayakan adalah genus Aquilaria sp., Gyrynops sp., Gonystylus sp., dan Aetoxylonsympetallu. Di Indonesia, tanaman gaharu banyak dibudidayakan di daerah Papua, Kalimantan, Sumatera, Maluku, Nusa Tenggara, Jawa, Sulawesi.Aquilaria malaccensis adalah salah satu jenis tanaman hutan yang memiliki mutu sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena kayunya mengandung resin yang harum. Bagian tanaman penghasil gaharu yang digunakan adalah bagian kayu yang membentuk gubal resin, sebagai produk metabolit sekunder.
Gaharu adalah sejenis resin yang terbentuk karena adanya infeksi pada pohon jenis Aquilaria sp., Gyrynops sp., Gonystylus sp., dan Aetoxylonsympetallu. Infeksi ini mengakibatkan sumbatan pada pengaturan makanan, sehingga menghasilkan suatu zat phytalyosinsebagai reaksi dari infeksi tersebut. Infeksi didapat dari hasil perlukaan yang sebabkan oleh alam (serangan hama dan penyakit seperti serangga, jamur, bakteri) atau karena sengaja diinfeksi dengan jenis mikroba tertentu yang bersifat pathogen. Zat phytalyosin merupakan resin gubal gaharu di dalam pohon karas dari jenis Aquilaria spp. Zat yang berbau wangi jika dibakar ini tidak keluar dari batang gubalnya, tetapi mengendap menjadi satu dalam batang. Hal ini terjadi pada tanaman yang sakit dan tidak pada pohon yang sehat. Proses inilah yang menyebabkan terbentuknya gaharu dalam batang. Gubal gaharu adalah bagian gubal gaharu yangmengandung damar wangi dengan konsentrasi yang lebih rendah (Wulandari, 2000).
Aquilaria malaccensis merupakan family Thymeleaceae, tanaman ini memiliki morfologi atau ciri-ciri fisiologi dimana tinggi pohon ini mencapai 40 meter dengan diameter 60 cm. Pohon ini memiliki permukaan batang licin, warna keputihan, kadang beralur dan kayunya agak keras. Tanaman ini memiliki bentuk daun lonjong agak memanjang, panjang 6-8 cm,lebar 3-4 cm, bagian ujung meruncing.Daun yang kering berwarna abu-abu kehijaun,agak bergelombang, melengkung, permukaan daun atas-bawah licin dan mengkilap,tulang daun sekunder 12-16 pasang.Tanaman ini memiliki bunga yang terdapatdiujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun.Berbentuk lancip,panjang sampai 5 mm. Dan buahnya berbentuk bulat telor, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm(Tarigan, 2004).
Aquilaria malaccensis tumbuh dengan baik pada dataran rendahhingga pegunungan dengan ketinggian 0 – 750 meter dari permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C - 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Jenis tanah yang sesuai adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0 (Sumarna, 2005).
Gaharu terbentuk karena adanya produksi dan akumulasi senyawa resin di dalam jaringan batang tanaman penghasil gaharu. Produksi resin ini merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tanaman terhadap serangan hama dan fungi patogen. Gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon tanaman terhadap adanya cendawan yang masuk kedalam jaringan tanaman yang luka. Luka dapat disebabkan secara alami maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan menghasilkan senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi pathogen. Senyawa fitoaleksin dapat berupa resin aromatik yang pada gaharu didominasi oleh seskuiterpen dan kromon yang berwarna coklat atau hitam serta merupakan senyawa harum penentu kualitas gubal gaharu. Gubal gaharu adalah bagian dari pohon yang terinfeksi cendawan, berwarna coklat kehitaman dan harum baunya bila dibakar. Serangan patogen menyebabkan terbentuknya resin yang terdeposit pada jaringan kayu, akibatnya jaringan kayu mengeras, berwarna kehitaman dan berbau wangi.
Kedalaman pemboran disesuaikan dengan diameter batang pohokurang lebih 1/3 diameter batang.Diameter infeksi merupakan tahapan cendawan yang berada pada kondisi stabil dan menetap di dalam sel atau jaringan inang dan memperoleh nutrisi dari inangnya.Cendawan membentuk hifa infeksi setelah cendawan masuk ke dalam sel inang.Hifa infeksi merupakan perpanjangan hifa penetrasi. Pada beberapa cendawan setelah terbentuk hifa penetrasi terbentuk vesikel dan selanjutnya membentuk hifa infeksi. Terakhir cendawan akan menghasilkan haustorium agar dapat memanfaatkan nutrisi sel inang (Mendgen & Deising 1993). Secara umum Fusarium sp. membentuk struktur seperti haustorium (Kikot et al. 2009). Setelah proses infeksi, cendawan melakukan kolonisasi dengan berkembang atau memperbanyak diri, atau dua-duanya dalam jaringan tanama.
Reaksi pohon penghasil gaharu tidak sama baik waktu maupun jenis gubal gaharu yang akan dihasilkannya. Pembentukan kayu gaharu atau gubal disebabkan oleh Fusarium lateritium dan Fusarium popularia tetapi badan penelitian dan pengembangan kehutanan menemukan bahwa semua jenis Fusarium dapat menginfeksi tanaman gaharu dan menghasilkan gubal gaharu. Fusarium sp. termasuk ke dalam kelompok cendawan bermitospora.Bentuk spora aseksual (konidia) merupakan ciri utama dari cendawan ini.Fusarium sp. memiliki 2 jenis konidia yaitu mikrokonidia memiliki 0-1 septat sederhana yang terdiri atas satu atau dua sel atau makrokonidia yang terdiri atas beberapa sel (2-10 sel) yang berbentuk seperti bulan sabit.Konidia dibentuk di atas monopialid.Selain membentuk makro dan mikro konidia, Fusarium sp. juga membentuk klamidospora ketika kondisi lingkungan dan bahan makan kurang menguntungkan.Selain dapat menginduksi terbentuknya gaharu, Fusarium sp.merupakan cendawan patogen tanaman yang sering menyebabkan berbagai penyakit pada tanaman seperti busuk pangkal batang, tumor akar (root crown), dan penyakit pembuluh xylem (Groenewald, 2005).
Inokulasi adalah kontak awal patogen pada suatu tanaman yang mungkin terinfeksi.Inokulum adalah bagian dari patogen yang dapat memulai infeksi.Tidak semua inokulum mampu melakukan infeksi pada tanaman, hanya inokulum patogen berpotensi untuk menginfeksi tumbuhan. Gejala umum yang ditimbulkan akibat infeksi cendawan diantaranya terjadi perubahan warna pada daerah yang diinfeksi dan klorosis daun. Gejala yang terjadi bisa teramati beberapa hari setelah tanaman diinokulasi cendawan.Namun, pada pohon gaharu alam yang terbentuk secara alami dan terinfeksi selama bertahun-tahun perubahan warna kayu terbentuk hampir pada semua bagian kayu tapi terjadinya klorosis daun tidak terlihat lagi, sehingga ketika dilihat secara visual tanaman terlihat sehat.
Cendawan kadang menghasilkan senyawa toksin yang disekresikan saat penetrasi jaringan inang untuk merubah fisiologi tanaman dan mengganggu permeabilitas dinding sel tanaman.Terganggunya permeabilitas sel tanaman akibat ikatan toksin pada membran sel menyebabkan kerusakan struktur membran (Bushnell 1995).Kebanyakan toksin merupakan senyawa sekunder berbobot molekul rendah yang dikeluarkan secara ekstraseluler oleh cendawan (Prins et al. 2000). Beberapa jenis toksin yang dihasilkan Fusarium spp. Diantaranya enniatin, fumonisin, sambutoksin, dan trikotesen (Kim et al. 1995).
Keberhasilan cendawan dalam interaksi dengan inangnya bergantung pada strategi cendawan dalam melakukan penetrasi tanaman inangnya). Interaksi cendawan patogen akan menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada tanaman yang berdampak terhadap terjadinya perubahan visual pada sel, jaringan, atau organ tanaman. Diantara ketiga perubahan visual yang terjadi, perubahan pada tingkat sel memberikan informasi yang lebih akurat tentang terjadinya perubahan fisiologi saat terjadi interaksi cendawan dengan inangnya. Senyawa terpenoid merupakan salah satu metabolit sekunder yang diproduksi oleh tumbuhan sebagai respon terhadap luka dan infeksi cendawa. Terpenoid terdiri atas beberapa senyawa , mulai dari komponen miyak atsiri, yaitu monoterpenoid dan sesquiterpenoid yang mudah menguap, diterpen yang lebih sukar menguap, dan senyawa yang tidak menguap yaitu tripernoid daan sterol (Harbone, 1987). Tidak semua inokulum mampu melakukan infeksi pada tanaman, hanya inokulum patogen berpotensi untuk menginfeksi tumbuhan.Inokulum memiliki mekanisme bertahan, misalnya dorman pada kondisi inang dan atau lingkungan yang kurang sesuai.
sumber
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar